Sistem pengisian konvensional adalah sistem pengisian yang pengaturan output alternatornya dilakukan dengan regulator model konvensional (tipe kontak poin) dan bekerja berdasarkan medan magnet pada kumparan regulator untuk mengatur arus listrik yang mengalir menuju kumparan rotor, sehingga kuat lemahnya medan magnet pada kumparan rotor tersebut dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
Komponen-Komponen Sistem Pengisian Konvensional
Komponen sistem pengisian konvensional terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu baterai, alternator, regulator, kunci kontak, dan kabel-kabel. Komponen-komponen sistem pengisian tersebut saling berhubungan dan membentuk rangkaian sebagai berikut:
Adapun penjelasan lebih detail berkaitan dengan komponen-komponen sistem pengisian di atas dapat sobat lihat pada artikel Guru Otomotif sebelumnya yaitu komponen-komponen sistem pengisian konvensional dan fungsi serta cara kerjanya. Baik kita lanjutkan pembahasannya tentang cara kerja sistem pengisian konvensional.
Cara Kerja Sistem Pengisian Konvensional
Sistem pengisian dalam menghasilkan tegangan tidak lepas dari tiga hal berikut ini: adanya medan magnet pada rotor, adanya kumparan stator koil, dan adanya gerak pemotongan medan magnet. Jika salah satu dari ketiga syarat di atas tidak terpenuhi maka sistem pengisian tidak akan bisa menghasilkan tegangan. Namun sebelum Guru Otomotif membahas bagaimana cara kerja sistem pengisian konvensional, terlebih dahulu sobat harus membaca artikel tentang prinsip kerja regulator pada sistem pengisian kendaraan, karena cara kerja atau prinsip kerja regulator tersebut merupakan dasar dalam memahami cara kerja sistem pengisian secara keseluruhan.
Baiklah admin anggap sampai disini sobat Guru Otomotif telah membaca dan memahami artikel tentang prinsip kerja regulator tesebut, sekarang kita mulai pembahasan tentang cara kerja sistem pengisian konvnsional.
Cara Kerja Sistem Pengisian Konvensional
Untuk lebih memudahkan dalam memahami cara kerja sistem pengisian konvensional, perhatikan gambar berikut ini:
Pada skema rangkaian sistem pengisian konvensional di atas, ada dua bagian utama yaitu komponen alternator dan komponen regulator (dalam kotak garis putus-putus). Di dalam alternator ada beberapa komponen yaitu stator (stator coil). Kumparan rotor, enam buah dioda yang dirangkai dengan model jembatan, dan terminal alternator yakni E, F, N dan B.
Sedangkan dalam komponen regulator, ada beberapa bagian yaitu voltage regulator, voltage relay, kontak poin, resistor, serta terminal-terminal regulator seperti IG, N, F, E, L, dan B. Semua komponen dalam regulator dan alternator tersebut dihubungkan satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu rangkaian sistem pengisian.
Prinsip kerja dari sistem pengisian regulator konvensional terdiri dari empat bagian, yaitu ketika kunci kontak di ON-kan namun mesin belum hidup, ketika mesin hidup dalam putaran lambat, ketika mesin hidup pada putaran sedang, dan ketika mesin hidup pada putaran tinggi. berikut ini cara kerja masing-masing kondisi tersebut:
Ketika Kunci Kontak ON Namun Mesin Belum Hidup
Cara kerja sistem pengisian dalam kondisi kunci kontak ON dan mesin belum hidup adalah sebagai berikut:
Arus dari baterai mengalir ke fusible link (FL), lalu ke kunci kontak (KK), ke fuse, lalu ke charge warning lamp (CWL), kemudian ke L, ke P0, lalu ke P1 dan kemudian ke massa. Akibatnya lampu pengisian akan menyala.
Pada saat yang sama, arus dari baterai juga mengalir ke Fusible Link, lalu ke kunci kontak, ke fuse, lalu ke Ig, lalu ke PL1, lalu ke PL0, kemudian ke terminal F regulator, lalu ke F alternator, lalu ke rotor coil (RC) dan ke massa. Akibat arus ini pada RC muncul medan magnet.
Mesin Hidup Pada Kecepatan Rendah
Pada saat mesin sudah mulai hidup dalam kecepatannya rendah, terjadi kondisi sebagai berikut:
- Stator Coil menghasilkan arus listrik
- Tegangan dari terminal N alternator tadi mengalir ke N regulator, kemudian ke kumparan voltage relay, lalu ke massa. Akibatnya pada kumparan voltage relay akan muncul medan magnet dan terminal P0 akan tertarik dan menempel dengan P2. Akibatnya lampu pengisian menjadi padam karena tidak mendapatkan massa.
- Output dari stator coil disalurkan ke diode dan disearahkan menjadi arus DC atau arus searah, lalu mengalir ke B alternator dan lalu ke baterai. Dalam posisi ini terjadi pengisan pada baterai.
- Arus dari terminal B juga akan mengalir ke B regulator lalu ke P2, lalu ke P0, lalu ke kumparan voltage regulator dan ke massa. Akibatnya muncul kemagnetan pada voltage regulator.
- Karena putaran masih rendah, maka tegangan output alternator juga cenderung rendah. Dan jika tegangan B kurang dari 13,8 volt maka medan magnet pada kumparan voltage regulator akan lemah dan PL0 akan tetap menempel di PL1 karena adanya pegas pada PL0.
- Akibatnya arus yang besar juga akan mengalir dari Ig, ke PL1, lalu ke PL0, ke F regulator, lalu ke F alternator lalu ke rotor coil, lalu ke massa. Karena adanya arus besar ini maka arus yang mengalir ke rotor coil besar dan medan manget pada rotor coil juga menjadi kuat. Sehingga walaupun lambat, output masih cukup untuk mengisi baterai karena medan magnet pada rotor coil kuat.
Mesin Hidup Pada Kecepatan Sedang
Jika putaran mesin naik menjadi putaran sedang, maka tegangan output alternator pada terminal B akan naik juga dan arusnya mengalir ke B regulator, lalu ke P2, ke P0, lalu ke kumparan voltage regulator, dan ke massa. Akibatnya medan magnet pada kumparan voltage regulator menjadi semakin kuat dan menarik PL0 sehingga lepas dari PL1 (dengan kata lain PL0 mengambang). Akibatnya pula arus dari B alternator mengalir ke IG lalu ke resistor (R) lalu ke F regulator, lalu ke F alternator, lalu ke Rotor Coil dan ke massa. Pada proses ini kemagnetan pada Rotor Coil melemah karena arus melewati resistor.
Walaupun kemagnetan pada Rotor Coil melemah, namun putaran akan naik ke putaran sedang sehingga output alternator cukup untuk mengisi baterai demgan tegangan antara 13,8 volt hingga 14,8 volt.
Mesin Hidup Pada Kecepatan Tinggi
Jika putaran mesin naik kembali ke putaran tinggi, maka tegangan output pada terminal B alternator akan cenderung semakin tinggi. dan jika tegangan tersebut melebihi 14,8 volt, maka kemagnetan pada kumparan voltage regulator akan semakin kuat sehingga kontak PL0 akan tertarik dan menempel dengan PL2.
- Akibatnya arus dari Ig akan mengalir ke Resistor, lalu ke PL0, lalu ke PL2, lalu ke massa (tanpa melalui ke Rotor Coil). Hal ini akan menyebabkan medan magnet pada Rotor Coil menjadi drop.
- Output dari terminal B alternator akan menjadi turun. Dan jika tegangan output kurang dari tegangan standar yakni antara 13,8 – 14,8 volt. Maka kemagnetan pada voltage regulator akan melemah lagi, lalu PL0 akan terlepas lagi dari PL2.
- Arus dari Ig ke Resistor lalu kembali mengalir ke RC dan ke massa, sehingga medan magnet yang ada pada RC akan kembali menguat sehingga tegangan output aternator akan naik lagi.
- Jika tegangan di B naik lagi dan melebihi 14,8 volt maka proses akan berulang ke proses nomor 13 dan itu secara berulang-ulang dan PL0 lepas dan memempel dengan PL2 yang secara periodik sehingga output dari alternator akan menjadi stabil.
Berdasarkan cara kerja sistem pengisian konvensional di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya tegangan output pada alternator dipengaruhi oleh tiga hal yaitu adanya medan magnet yang dihasilkan oleh rotor coil, adanya kumparan disekitar medan magnet (stator coil), dan adanya pemotongan medan magnet oleh kumparan. Pemotongan medan magnet ini terjadi karena adanya putaran poros alternator yang menyebabkan rotor coil berputar dan medan magnet yang ada padanya juga berputar untuk memotong kumparan di stator coil.
Demikianlah artikel tentang cara kerja sistem pengisian konvensional pada kendaraan, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar